Penalaran
proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan
indera (pengamatan empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk
proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan
premis
(
antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan
konklusi
(
consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi
disebut
konsekuensi
Konsep
dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas
pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan
dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud
penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau
konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata,
sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi
dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas
bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada
proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi.
Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi
dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat
juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan
hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat
kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu
adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran
dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
a.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang
sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah.
b.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi
semua
premis
harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal
maupun
material. Formal berarti penalaran memiliki
bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
berpikir
yang tepat sedangkanmaterial berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai
premis
tepat.
Evidensi
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua
informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran,
fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa
yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling
rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data
atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber
tertentu.
Cara mrnguji data :
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh
karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga
bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi. Di bawah
ini beberapa cara yang dapat di gunakan untuk pengujian tersebut.
1.Observasi
2.Kesaksian
3.Autoritas
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan
fakta,maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan
penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu
adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian
tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga
benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1.Konsistensi
2.Koherensi
INFERENSI
Pengertian Inferensi
Sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur
selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk
sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan
pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar
(pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses
yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang
apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis
(pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita
mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;
Inferensi
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun.
Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum
ada”.
Maka inferensi dari ungkapan
tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun
lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita
lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi
setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua
/ lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar
penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika
ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran
tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain;
A
: Saya melihat ke dalam kamar itu.
B
: Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing
link diberikan inferensi, misalnya:
C:
kamar itu memiliki plafon